Tampilkan postingan dengan label Akhlaq dan Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akhlaq dan Aqidah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 September 2014

Mengenal Fungsi Niat

Keinginan hati untuk melakukan suatu amalan, itulah makna daripada niat. Niat merupakan perkara yang amat penting dalam Islam. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengabarkan bahwa segala amal perbuatan itu tergatung pada niat Si Pelaku. Seorang mendapatkan buah dari amalannya sesuai keadaan niat dalam hatinya. Dalam sebuah hadist yang masyhur, disampaikan oleh sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahua’laihi wasallam bersabda,
Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim) 

Fungsi Niat :
Pertama, Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.
Kedua, Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Jadi apakah seorang beribadah karena mengharap wajah Allah ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia.

     Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lain. Contohnya, shalat yang dua raka’at itu banyak. Ada shalat yang wajib dan tak sedikit shalat sunah yang dua raka’at. Kita ambil contoh shalat qabliyah subuh dengan shalat subuh. Keduanya berjumlah dua raka’at. Tata caranya pun sama, jumlah ruku’ dan sujudnya juga sama.Sama-sama diawali takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lalu apa yang memedakan antara dua raka’at qabliyah subuh dengan dua raka’at shalat subuh? Itu lah niat yang membedakan antara keduanya.
     Atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan. Misal, antara mandi junub dengan mandi biasa. Dari segi tatacara sama; sama-sama mengguyurkan air keseluruh badan. Sama-sama pakai sabun, dan sama-sama keramas juga. Lalu apa yang membedakan? Niat yang membedakannya. Jadi amalan yang pada asalnya hanya kebiasaan bisa bernilai ibadah bila diniati ibadah.
      Kemudian fungsi niat kedua adalah Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah . Pembahasan inilah yang sering kita kenal dengan istilah ikhlas. Jadi apakah seorang tatkala ia beribadah ikhlas lillahi ta’ala, atau hanya mengharap perhatian manusia?
     Dan kita tahu bahwasannya Allah ta’ala tidak akan merima amalan seorang hamba melainkan yang dilakukan karena ikhlas mengharap keridhaan-Nya semata. Karena Allah ta’ala Maha Kaya, Dia tidak butuh persekutuan dalam peribadatan kepadaNya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman,
"Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syirknya.” (HR. Muslim)

     Jadi dari fungsi niat yang kedua ini kita dapat menyimpulkan bahwa niat akan mempengaruhi kadar pahala yang diperoleh seorang hamba. Semakin murni keikhlasannya, semakin besar pahala yang akan ia dapat. Walau amalan yang ia lakukan ringan. Dan Semakin kecil kadar keikhlasan seorang hamba; walau amalan yang ia lakukan adalah amalan yang berpahala besar, namun bila keikhlasan dalam hatinya kecil, maka semakin kecil pula pahala yang ia peroleh.

Sabtu, 13 September 2014

Bagaimana Seorang Muslim Mengantre?



Kata orang, menunggu adalah aktivitas yang paling membosankan. Sayangnya, menunggu seakan telah menjadi sebuah keharusan dalam hidup kita. Menunggu yang begitu menjemukan terasa begitu dekat dalam kehidupan kita. Bahkan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas kita. Jika kita perhatikan lebih jauh, ternyata siapa pun kita dan apa pun profesi kita, kita selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskan menunggu. Karena menunggu telah menjadi sebuah keharusan yang harus kita jalani, maka sudah selayaknya kita mampu menghadapinya dengan bijak. Ahli hikmah mengatakan,
"Orang bijak adalah orang yang selalu bisa mengambil faedah dari setiap kondisi"
Antre adalah salah satu bentuk aktivitas menunggu yang kerap kali kita jumpai dalam rutinitas kehidupan. Ketika kita mengadakan sebuah transaksi di bank, kita mendapati antrean yang panjang. Ketika kita hendak makan malam di ruang makan asrama, ketika masyarakat di perkampungan hendak mengambil beras raskin, ketika ingin membayar di kasir supermarket, ketika ingin membeli tiket di loket, kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah haji, dan yang lainnya, antre selalu menjadi pilihan tunggal. Inilah fenomena masa kini yang terpampang di hadapan kita.

1. Tidak Boleh Menyerobot Antrean
Maknanya, dalam perkara mubah, orang yang terlebih dahulu memperolehnya maka dia yang paling berhak terhadap hal tersebut. Yang dimaksud dengan mubah dalam kaidah di atas adalah sesuatu yang tidak dimiliki oleh personal tertentu, seperti lahan kosong, dan lain sebagainya. Termasuk juga sesuatu yang menjadi milik bersama atau tempat-tempat umum. Maka yang paling berhak memanfaatkan sesuatu yang mubah tersebut adalah orang yang terlebih dahulu memperolehnya daripada orang setelahnya, selama ia masih memanfaatkannya. 

Kaidah ini dirumuskan berdasarkan beberapa hadis. Di antaranya, hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
Siapa yang memanfaatkan lahan yang tidak ada pemiliknya maka dia paling berhak atasnya.” Lalu Urwah pun berujar, “Umar menerapkan hal ini di masa pemerintahannya” (HR. Bukhari: 2335)

Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Siapa yang menghidupkan lahan yang mati maka lahan itu menjadi miliknya, dan tidak ada hak bagi usaha yang zalim.” (HR. Abu Dawud: 3073)
Termasuk saat mengantre, maka yang didahulukan adalah yang pertama datang untuk mengantre, lalu yang setelahnya. Tidak berhak bagi seorang pun menyerobot antre karena tindakan itu adalah perbuatan zalim, merebut hak orang lain tanpa rida darinya, berdasarkan kaidah di atas.

Bahkan secara tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang menyuruh orang lain pindah dari tempat duduknya lantas duduk menempatinya, karena itu adalah hak orang lain tersebut, bukan haknya. Begitu juga dalam masalah antre. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam, beliau bersabda  :
Tidak boleh bagi seseorang menyuruh orang lain berdiri atau pindah dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempatnya” (Muttafaqun ‘alaih)

2. Bijak Dalam Berantre
a) Hendaklah antre dianggap sebagai ajang untuk melatih kesabaran dan pengendalian diri. Manusia senantiasa dihadapkan pada salah satu di antara dua kondisi: susah dan senang atau sedih dan gembira. Seorang muslim menghadapi kedua keadaan ini dengan bijak sesuai tuntunan yang telah digariskan syariat. Kesenangan dihadapi dengan bersyukur dan kesusahan disikapi dengan kesabaran. Dalam kedua situasi ini, ia selalu mampu mengendalikan diri dan mengikat hati serta badannya dengan tuntunan yang telah Allah gariskan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan kondisi ini dalam sabdanya,
Sungguh menakjubkan urusan seorang muslim karena semua urusannya baik baginya dan tidaklah hal itu terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Apabila ia mendapatkan sebuah kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesusahan maka ia bersabar dan kesabaran itu baik pula baginya.” (HR. Muslim).

b) Manfaatkan waktu menunggu giliran Anda untuk memperbanyak tabungan akhirat. Pergunakanlah waktu menunggu itu untuk berzikir, membaca Al Qur’an, membaca buku-buku yang bermanfaat, berdialog dengan sesama pengantre tentang masalah-masalah agama yang penting dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lainnya. Setiap muslim harus menyadari bahwa waktu luang yang ia punya di dunia ini merupakan nikmat Allah sekaligus amanah yang dibebankan kepadanya. Pada hari kiamat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya atas apa yang Dia berikan kepada mereka. Maka, setiap muslim hendaknya mempergunakan waktu yang ia punya dalam rangka bertakarub mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Perbuatan menyia-nyiakan waktu adalah sebuah kerugian yang besar bagi seorang muslim yang mengharap perjumpaan dengan Allah dalam keadaan bahagia dan sentosa. Karena ia tidak pernah tahu kapan malaikat maut akan datang menjemput dan juga karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Sayangnya, banyak kaum muslimin terjebak dalam angan-angan dan mimpi-mimpi kosong sehingga waktunya banyak terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Ada dua nikmat yang kerap kali dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

c) Patuhilah aturan yang berlaku dan tertiblah saat menunggu giliran. Ketika mengantre, hendaklah Anda menyadari bahwa Anda memiliki hak dan hak Anda adalah nomor antrean Anda. Demikian pula para pengantre di depan Anda, mereka memiliki hak yang tertera dalam nomor antrean mereka. Jika ini kita sadari, maka tidak selayaknya bagi seorang yang beriman kepada keadilan dan ke-Mahabijaksanaan Allah untuk merampas hak orang lain. Kita diperintahkan untuk selalu berbuat adil kepada sesama. Tidak halal bagi seorang muslim mengambil hak orang lain tanpa seizinnya.
Jika Anda terjepit sebuah kebutuhan yang mengharuskan Anda mendahului para pengantre di depan Anda, maka mintalah izin kepadanya. Jika ia mengizinkan, maka silakan Anda mendahuluinya. Jika tidak, maka bersabarlah dan itulah yang terbaik untuk Anda. Jika rambu-rambu ini Anda langgar, maka kekacauanlah yang akan terjadi dan Andalah pemicu kekacauan itu.


Perbuatan Curang, Faktor, Dan Dampaknya

Perbuatan curang dan khianat adalah fenomena negatif yang telah sangat akut dalam perilaku masyarakat kita dewasa ini. Hingga bagi sebagian orang yang lemah jiwanya dan ‘murah’ harga dirinya, perbuatan curang telah menjadi kebiasaan yang seolah bukan lagi dianggap perbuatan dosa. Hampir dalam semua bentuk interaksi yang dilakukan oleh mereka dengan orang lain, selalu saja dibumbui dengan kecurangan, kebohongan dan khianat. Padahal, jangankan agama, seluruh manusia yang lurus fitrahnya pun, mengatakan bahwa perbuatan itu jelas buruk dan tidak terpuji.
Perbuatan curang terjadi dalam banyak bidang dan dalam bentuk yang beragam. Diantaranya:

1. Pemimpin Yang Curang
Kemimpinan, jabatan dan kedudukan sering kali disalahgunakan untuk menipu rakyat atau orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya. Kecurangan dan sikap mensia-siakan amanah pada sebagian para pejabat sudah menjadi rahasia umum. Kasus-kasus hukum yang menimpa mereka, sudah menjadi menu informasi yang kita terima sehari-hari. Padahal perbuatan yang demikian mendapat ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Ma’qil bin Yasar al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga.” (HR Muslim)

2. Perbuatan Curang Dalam Jual Beli
Berbuat curang dalam jual beli berarti berbuat zalim kepada orang lain dalam urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang batil. Walau pun hanya sedikit, harta yang didapatkan dengan jalan berbohong, menyembunyikan kecacatan, atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram. Sudah seharusnya kita menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama rombongan para sahabat ke pasar untuk melakukan pengecekan barang-barang dagangan. Saat itu beliau melewati gundukan makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya dan mendapati bagian dalam dari gundukan itu basah. Beliau berkata, “Apa ini wahai penjual makanan?” Ia berkata, “Bagian ini terkena air hujan wahai Rasulullah.” beliau bersabda :
Mengapa engkau tidak meletakkannya di bagian atas, agar orang yang akan membeli dapat melihatnya? Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan bagian dari golongan kami. (HR Muslim)

3. Perbuatan Curang Dalam Ilmu
Kecurangan dalam ilmu sangat berbahaya dan memiliki dampak negatif yang cukup besar. Para ulama mengatakan, tatkala seseorang mendapatkan ijazah pendidikan dengan cara yang tidak jujur, maka harta yang didapatkan dengan ijazah itu pun teranggap harta yang haram. Praktek kecurangan dalam ujian, adalah petaka yang menyedihkan dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan yang seharusnya berada di garda depan dalam membentuk manusia-manusia yang jujur dan memiliki integritas tinggi, acap kali justru diwarnai praktek-praktek tidak terpuji seperti itu.

Faktor Perbuatan Curang :
  1. Lemahnya iman, sedikitnya rasa takut kepada Allah dan kurangnya kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi dan menyaksikan setiap perbuatannya sekecil apa pun.
  2. Kebodohan sebagian orang tentang haramnya perbuatan curang, khususnya dalam bentuk-bentuk tertentu dan saat perbuatan tersebut sudah menjadi sistem ilegal dalam sebuah lembaga atau organisasi.
  3. Ketiadaan ikhlas (niat karena Allah) dalam melakukan aktifitas, baik dalam menuntut ilmu, berniaga dan yang lainnya.
  4. Ambisi mengumpulkan pundi-pundi harta kekayaan dengan berbagai macam cara. Yang penting untung besar, walaupun dengan menumpuk dosa-dosa yang kelak menuntut balas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak lagi mempedulikan apa yang didapatkannya, dari yang halal atau dari yang haram.” (HR Bukhari)
  5. Lemahnya pengawasan orang-orang yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungjawabnya.
  6. Tidak adanya kesungguhan. Sebagian orang bermalas-malasan menyelesaikan tugas dan apa yang menjadi kewajibannya, saat semua itu harus ia pertanggungjawabkan, maka ia pun menutupinya dengan perbuatan curang. Seperti seorang murid yang malas belajar, saat datang masa ujian, ia pun berusaha berbuat curang agar bisa lulus ujian.
  7. Berteman dengan orang-orang yang suka berbuat curang dan selalu menuruti ajakan setan untuk berbuat curang.
  8. Lemahnya pendidikan yang ditanamkan sejak kecil di rumah atau di sekolah. Sering kali orang tua atau guru tidak memberi tindakan yang tegas saat anak atau muridnya berbuat curang, atau malah justru memberi contoh dengan melakukan kecurangan dihadapan anak atau murid di sekolah.
  9. Kurang percaya diri. Saat seseorang merasa dirinya tidak mampu bersaing dengan orang lain, maka tidak jarang ia akan melakukan kecurangan untuk menutupi kekurangannya.
  10. Sikap bergantung kepada orang lain dan malas menerima tanggung jawab.
  11. Tidak qanaah dan ridho dengan pemberian Allah.
  12. Tidak adanya sistem hukum yang efektif untuk membuat jera para pelaku kecurangan.
  13. Lalai dari mengingat kematian. Ini adalah faktor penyebab seluruh perbuatan maksiat dan terus-menerus dalam melakukannya 
Dampak Negatif Perbuatan Curang
  1. Orang yang melakukan kecurangan dan orang yang meridhainya akan mendapat dosa.
  2. Nabi berlepas diri dari pelakunya, “Barangsiapa yang mencurangi kami, maka ia bukan golongan kami.
  3. Manusia akan membenci orang yang suka berbuat curang dan tidak mau bergaul dengannya.
  4. Perbuatan curang merupakan perbuatan khianat kepada umat dan sikap mensia-siakan amanah.
  5. Perbuatan curang termasuk salah satu sifat orang-orang munafik.
  6. Perbuatan curang akan menghilangkan keberkahan.
  7. Perbuatan curang akan melemahkan kepercayaan kaum muslimin.
  8. Perbuatan curang akan menjadi faktor kegagalan masyarakat dalam semua bidang.
  9. Zalim kepada orang lain.
  10. Melemahkan pencapaian ilmu dan kemampuan
  11. Menciptakan permusuhan dan kebencian antar kaum muslimin.
  12. Mendapatkan harta haram dari cara-cara yang curang.
  13. Terjerumus pada sikap meremehkan pengawasan Allah.
Kecurangan dapat diatasi jika dalam hati masyarakat sudah tertanam dengan kuat nilai-nilai ketauhidan dan keimanan. Kesadaran selalu diawasi oleh Allah akan membuat seseorang tidak akan berani melakukan perbuatan tersebut. Pun pemahaman terhadap akibat-akibat buruk yang akan menimpa mereka kelak dari perbuatan curang harus terus ditingkatkan. Jika kesadaran ini telah terkolektif, maka insya Allah praktek-praktek kecurangan dapat dientaskan, atau sedikitnya diminimalisir.